Kisah Santai Informatif – Sebuah penelitian terbaru telah menarik perhatian media dengan membahas kemungkinan hubungan antara Paparan Plastik, komponen plastik keras, dan risiko autisme pada anak laki-laki. Penelitian ini fokus pada dampak BPA di dalam rahim dan bagaimana BPA mungkin mempengaruhi perkembangan saraf.
Meskipun penelitian ini menunjukkan adanya potensi hubungan, penting untuk dicatat bahwa BPA tidak secara langsung menyebabkan autisme. Sebaliknya, penelitian ini menyarankan bahwa BPA dapat mempengaruhi kadar estrogen pada bayi dan anak laki-laki usia sekolah. Hal ini berdampak pada risiko mereka terkena autisme. BPA, yang digunakan dalam berbagai produk plastik seperti wadah makanan dan minuman. Kedua dapat meniru efek hormon estrogen dalam tubuh, meskipun efek ini relatif lemah.
Kekhawatiran tentang BPA sudah ada sejak lama, dan beberapa negara, termasuk Australia, telah melarang penggunaannya dalam botol susu bayi sebagai langkah pencegahan. Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai oleh kesulitan dalam komunikasi sosial dan perilaku repetitif. Orang dengan autisme juga mungkin mengalami masalah tambahan seperti kejang, gangguan motorik, kecemasan, masalah sensorik, serta gangguan tidur dan pencernaan.
Baca Juga : Alwi Mujahit Hasibuan Divonis 10 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi APD Covid-19
Penelitian baru ini melibatkan analisis terhadap 1.074 anak-anak Australia, dengan sekitar setengahnya adalah laki-laki. Dari jumlah tersebut, 43 anak didiagnosis autisme pada usia antara tujuh hingga sebelas tahun. Para peneliti mengumpulkan sampel urin dari 847 ibu di akhir kehamilan untuk mengukur kadar BPA dan menganalisis perubahan gen dari darah tali pusat untuk memeriksa aktivitas enzim aromatase, yang terkait dengan kadar estrogen.
Hasilnya menunjukkan hubungan antara kadar BPA tinggi pada ibu dan risiko autisme yang lebih besar pada anak laki-laki dengan aktivitas aromatase rendah. Namun, jumlah anak perempuan dalam penelitian ini terlalu sedikit untuk dianalisis secara mendalam. Penelitian ini juga mencakup studi pada tikus yang terpapar BPA di dalam rahim. Berkemungkinan menunjukkan perubahan perilaku yang dapat dianggap mirip dengan gejala autisme, seperti perilaku repetitif dan berkurangnya interaksi sosial.
Meski demikian, hasil pada tikus tidak selalu dapat diterjemahkan langsung ke manusia. Dosis BPA yang digunakan pada tikus juga lebih tinggi dibandingkan dengan paparan manusia sehari-hari. Penelitian ini belum dapat membuktikan bahwa BPA secara langsung menyebabkan autisme, melainkan mengusulkan bahwa BPA mungkin memengaruhi produksi estrogen, yang kemudian dapat memengaruhi perkembangan saraf.
Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan adanya kemungkinan interaksi antara gen dan lingkungan, di mana bayi dengan variasi gen tertentu mungkin lebih rentan terhadap efek BPA. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi temuan ini dan memahami lebih baik penyebab autisme. Hingga saat ini, penyebab pasti autisme belum sepenuhnya dipahami dan kemungkinan melibatkan kombiSebuah penelitian terbaru telah menarik perhatian media dengan membahas kemungkinan hubungan antara Paparan Plastik, komponen plastik keras, dan risiko autisme pada anak laki-laki. Penelitian ini fokus pada dampak BPA di dalam rahim dan bagaimana BPA mungkin mempengaruhi perkembangan saraf.
Meskipun penelitian ini menunjukkan adanya potensi hubungan, penting untuk dicatat bahwa Paparan Plastik tidak secara langsung menyebabkan autisme. Sebaliknya, penelitian ini menyarankan bahwa BPA dapat mempengaruhi kadar estrogen pada bayi dan anak laki-laki usia sekolah. Hal ini mungkin berdampak pada risiko mereka terkena autisme. BPA, yang digunakan dalam berbagai produk plastik seperti wadah makanan dan minuman, dapat meniru efek hormon estrogen dalam tubuh, meskipun efek ini relatif lemah.
Kekhawatiran tentang BPA sudah ada sejak lama, dan beberapa negara, termasuk Australia. Negara tersebut telah melarang penggunaannya dalam botol susu bayi sebagai langkah pencegahan. Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai oleh kesulitan dalam komunikasi sosial dan perilaku repetitif. Orang dengan autisme juga mungkin mengalami masalah tambahan seperti kejang, gangguan motorik, kecemasan, masalah sensorik, serta gangguan tidur dan pencernaan.
Simak Juga : EXAONE 3.0, Model AI Open Source Pertama di Korea Selatan