Kisah Santai Informatif – David Sumual, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BCA), memprediksi bahwa nilai tukar rupiah berpotensi menguat hingga mencapai Rp 15 ribu per dolar AS pada akhir tahun 2024, dibandingkan dengan kisaran sekitar Rp 16 ribu saat ini. Proyeksi ini bergantung pada kemungkinan penurunan suku bunga acuan yang dilakukan oleh bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), pada bulan September 2024.
Menurut David, “Jika Federal Reserve mulai menurunkan suku bunga secara global pada akhir tahun ini. Terutama jika penurunannya agresif, ada kemungkinan fundamental ekonomi dapat mengembalikan nilai tukar rupiah ke level Rp 15 ribu. Saat ini, kondisi fundamental masih mempertahankan nilai sekitar Rp 16 ribu per dolar.”
David juga mengamati bahwa Bank Indonesia berhasil meningkatkan cadangan devisa dengan efektif melalui operasi pasar. Pada akhir Juni 2024, cadangan devisa Indonesia mencapai US$ 140,2 miliar, naik dari US$ 139 miliar pada akhir Mei 2024. Kenaikan ini dipengaruhi oleh penerimaan pajak, pendapatan dari jasa, dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Semuanya mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global.
“Baca Juga: Kemendag Pantau Pusat Perbelanjaan Lewat Satgas untuk Awasi Barang Import Ilegal”
David juga mencatat bahwa minat investor asing terhadap Sekuritas Rupiah BI (SRBI) cukup tinggi, dengan kepemilikan asing mencapai sekitar 25 persen dari total, atau lebih dari Rp800 triliun. Hal ini diharapkan dapat menambah cadangan devisa negara.
Meskipun demikian, David menegaskan bahwa nilai fundamental rupiah saat ini tetap berada di kisaran Rp 16 ribu hingga Rp 16.500. Dia menyoroti bahwa untuk rupiah bisa kembali ke level Rp 15 ribu, suku bunga The Fed akan menjadi faktor krusial. Jika dolar AS tetap kuat dan rupiah terus melemah, investor cenderung lebih memilih untuk mengalokasikan dana mereka dalam aset berdenominasi dolar.
Secara keseluruhan, ekspektasi terhadap penurunan suku bunga The Fed pada bulan September 2024 sudah mencapai 100 persen, dengan proyeksi penurunan sebesar 25 basis poin. Namun, David juga menyatakan bahwa perkiraan ini dapat berubah tergantung pada kondisi eksternal. Hal lainnya terutama geopolitik juga dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan.
“Simak Juga: Gangguan IT Global Mengganggu Operasional Indonesia AirAsia”